Wednesday, May 2, 2018

Buruh Tani dan Dilemanya...

Buruh tani sedang memberikan pupuk dasar. (ilustrasi)
 Sang Bujana. Kehidupan seorang buruh pertanian selama ini sangat jarang terlihat oleh khalayak umum. Buruh tani sebutan mereka berbeda dengan seorang petani yang mayoritas memiliki lahan untuk bercocok tanam. Buruh tani mayoritas menghidupi rumah tangga mereka dengan cara mengambil pekerjaan kepada pemilik lahan pertanian. Buruh tani hampir 80% merupakan tenaga lepas(freelance). Mereka tidak memiliki keterikatan secara penuh kepada pemilik lahan. Mereka mendapatkan pekerjaan ketika ada petani yang membutukan tenaga mereka.

Buruh tani dalam struktur kelembagaan pertanian tidak pernah disebutkan. Begitu pula dalam siklus produksi. Buruh tani lebih banyak hadir dalam kondisi nyata tanpa terbukukan dalam data.

Peran buruh tani sendiri sangat penting. Karena ujung tombak produksi pertanian ada pada buruh tani. Sedangkan perhatian terhadap buruh tani pun sangat minim sekali. Di Indonesia, peran buruh tani sangat dominan, belum adanya transformasi tekhnologi, edukasi, serta pengetahuan terhadap perubahan jaman menjadi salah satu penyebab masih laris manisnya tenaga buruh. Luasan lahan petani/pemilik lahan pun belum dapat dikatakan mencukupi standar penggunaan tekhnologi canggih, karena rata-rata kurang dari 3 hektar per Kepala Keluarga.

Disisi ekonomi, buruh tani tergolong dalam masyarakat prasejahtera (miskin). Pendapatan harian tidak bisa memenuhi kebutuhan minimal kalori yang harus diserap oleh tubuh, sehingga keluarga buruh tani sangat terlambat dalam persoalan tumbuh kembang anak-anak yang sehat. Pendapatan buruh tani rata-rata dalam sehari adalah Rp. 25.000,-. Ini di asumsikan dari beberapa sampel buruh tani yang di sempat diwawancara secara acak. Pendapatan mereka dalam sebulan dikalikan jumlah bulan dalam setahun di bagi jumlah hari dalam setahun.

Bisa kita bayangkan bahwa dalam 1 hari buruh tani dapat mengerjakan beberapa hal seperti menyiangi rumput dan melakukan pekerjaan lain. Bagi daerah yang menggunakan sistem tanam serempak, masa-masa dimana sesudah musim tanam, tenaga buruh tani "menganggur" hingga waktu menyiangi tiba. Begitu seterusnya. Sedikit berbeda dengan daerah yang tidak menggunakan sistem tanam sepanjang musim.

Hingga saat ini tidak ada jaminan bagi buruh tani dalam mencari pekerjaan yang menghasilkan pendapatan secara harian sehingga nasib buruh tani mengandalkan "nasib' yang ditentukan oleh Sang Pencipta.

Bersambung.....


Menambah wawasan, mencerdaskan kehidupan bangsa.


EmoticonEmoticon

Note: Only a member of this blog may post a comment.